Sesuai dengan judulnya, dongeng Voltaire ini menceritakan pengalaman Candide setelah diusir dari Istana Baron Thunder-ten-Tronckh, tempat nyaman masa kecil, di mana ia mendapat pendidikan dari guru filsafat Pangloss. Ia diusir gara-gara hal sepele saja, yaitu karena ia berani mencium Cunégonde, putri sang Baron.
Candide yang lugu dan polos sesuai dengan namanya, sangat penurut dan menyerap ajaran gurunya yang fanatic secara membabi buta: bahwa semuanya terbaik dalam dunia terbaik yang mungkin diciptakan. Ia berpetualang dari satu negeri ke negeri lain dan mengalami berbagai masalah: direkrut menjadi tentara Bulgaria dan dipaksa berperang menyaksikan pembantaian manusia, dan kemudian di negeri Belanda melihat berbagai bentuk kemunafikan manusia. Dalam perjalanan ia bertemu lagi dengan Pangloss, yang bertampang mengerikan karena menjadi korban penyakit kotor. Gurunya menceritakan bahwa keluarga sang Baron porak-poranda: baron dan istri serta putranya dibunuh, dan Cunégonde juga diperkosa dan dibunuh.
Dalam kisah selanjutya, tokoh-tokoh itu dipertemukan dan kemudian dipisahkan lagi dalam kondisi yang tidak menggembirakan karena mengalami berbagai bencana.Terkadang masuk tokoh-tokoh baru yang membawa pikiran yang bertolak belakang, misalnya tokoh Martin. Ia berpendapat bahwa di dunia ini segalanya jelek, demikian juga si Nenek yang melayani Cunégonde. Jadi berlawanan dengan Pangloss yang, di tengah bencana yang paling mengerikan, tetap berpendapat bahwa semuanya baik di dunia terbaik yang mungkin diciptakan.
Bentuk dongeng memungkinkan sang pengarang untuk membuat hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Sebetulnya Voltaire, sebagai salah seorang pengarang terbesar Prancis pada abad ke-18, telah menulis banyak karya drama dan karya ilmiah. Dongeng-dongeng seperti Candide, Si Lugu, dan Suratan Takdir ditulisnya pada masa tua untuk menghibur teman-temannya dalam pertemuan silaturahmi. Namun justru dongengnyalah yang hidup sampai sekarang, bahkan Candide misalnya, telah difilmkan. Jika dibaca secara sepintas lalu, Candide hanyalah dongeng petualangan biasa. Namun jika disimak secara mendalam, kisah ini penuh renungan filsafat dan kritik Voltaire tentang perilaku dan kondisi manusia sepanjang zaman