Ardi masih tak percaya bahwa ia, di usia semuda itu, mesti berjibaku dengan kanker tulang yang dideritanya. Hidupnya menjadi semakin tak tertangungkan kala ia mendapati adik yang amat disayanginya tewas di depan matanya. Ia pun menjadi sosok yang tak terpahami, yang menganggap dunia sebagai tempat yang mengerikan dan Tuhan sebagai sutradara yang kejam.
Pertemuannya dengan seorang dokter muda yang kesepian kemudian menyelamatkan hidupnya. Ardi, pelan-pelan, mampu keluar dari keadaan depresi untuk melanjutkan hidup. Namun, ia tahu bahwa fase tenang tersebut hanyalah jeda sebelum badai kembali datang.