Setelah berkuasa di Padang pada 1819, Belanda ingin berkuasa juga di pedalaman Minangkabau. Dengan dikuasainya daerah itu posisi Inggris dari segi ekonomi akan melemahkan, begitu pula pengaruh Padri ke daerah pesisir. Kaum Padri, di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol, juga melakukan persiapan untuk menghadapi Belanda. Setiap luhak (daerah) dipimpin oleh perwira Padri. Tiap nagari dikepalai pemimpin nagari masing-masing. Pada 1821, Belanda melancarkan serangan ke Benteng Simawang. Rakyat di sekitar nagari tersebutpun melancarkan perlawanan. Kemudian, Belanda mulai menyerang Nagari Sulit Air. Serangan ini gagal dan Belanda terpaksa kembali ke Benteng Simawang.