Berdasarkan fakta era kekuasaan Raja Herodes di Yudea, kita temukan bahwa Natal pertama terjadi sekitar tahun 6 – 4 SM. Natal pertama ini juga bukan pada tanggal 25 Desember. Tradisi merayakan Natal pada 25 Desember diawali pada tahun 336 Masehi, ketika Kaisar Konstantianus menetapkan tanggal itu menjadi hari perayaan Natal sebagai ganti perayaan Dewa Matahari (Saturnalia), supaya orang-orang Kristen di kekaisaran Romawi tidak lagi menyembah Dewa Matahari.
Walaupun demikian, Natal adalah peristiwa sangat penting dan sakral bagi iman Kristen. Namun sayang, entah karena sudah menjadi tradisi atau entah kurang mengerti, sehingga seringkali perayaan Natal kita kehilangan makna. Kita terlalu sibuk dengan acara, hiasan, sound system, konsumsi, undangan, dan hal-hal lainnya yang kurang bermakna. Akibatnya, kita kehilangan makna, kebenaran, sukacita dan damai Natal yang sebenarnya. Hal seperti itu sungguh menyedihkan.
Kata “merayakan” berarti memuliakan, memperingati, memestakan. Ini berarti kita harus mempermuliakan dan memperingati Natal. Dengan demikian setiap perayaan Natal kita haruslah mempermuliakan Allah. Kita harus mengingat apa yang terjadi pada Natal Pertama. Kita harus mengingat intisari, kebenaran, prinsip dan ajaran-ajaran mendasar Natal Pertama itu. Kita juga harus merayakan Natal semirip mungkin dengan Natal Pertama. Sebaliknya, janganlah perayaan Natal kita mengaburkan bahkan menghilangkan makna dari pada Natal itu sendiri. Jika itu yang terjadi berarti kita menyalahi makna merayakan, tidak bertumbuh dalam iman, dan terlebih lagi berdosa kepada Tuhan.