Nomor Urut 10
Potret - Dian Dahlia
Aku, Dokter Zhishu, bertugas di sebuah desa terpencil berisi banyak lansia dan ditinggalkan banyak pemudanya. Aku merawat Nyonya Ho yang mengalami serangan stroke sehingga mengalami kelumpuhan dan afasia. Beliau selalu menangis setiap melihat potret seorang pemuda tampan yang tergantung di dinding kamarnya tanpa bisa ditanyai siapa dia. Karena Nyonya Ho hidup sebatang kara, aku memutuskan mengunggah potret itu ke laman media sosialku dengan misi mencari kerabat Nyonya Ho.
Bin, pemuda yang ada di dalam potret itu akhirnya benar-benar datang. Ia anak Nyonya Ho yang lama tak pulang. Tetapi Bin membawa masalah baru karena ia datang tanpa melapor kepada perangkat desa dan otoritas kesehatan setempat sesuai aturan selama pandemi . Aku terpaksa melakukan karantina terhadap Bin bersama-sama Nyonya Ho.
Kekhawatiranku benar-benar terjadi. Bin menularkan Covid-19 kepada Nyonya Ho hingga ibunya itu meninggal dunia. Bin sangat terpukul karena merasa bersalah. Ia menutup diri sehingga aku tak bisa lagi memantau kondisi kesehatannya selama karantina karena ia pun mulai demam. Tapi aku terus saja mengiriminya pesan. Di hari ke-7 karantina, aku memutuskan menunggunya dengan duduk di bawah pohon pir. Tiba-tiba Bin muncul di jendela kamar Nyonya Ho dan mulai mau berkomunikasi denganku lewat pesan. Ternyata ia mulai pulih dari sesak nafas yang parah. Kami pun saling berbalas pesan. Ia mengungkapkan perasaan kehilangannya. Ia memintaku agar setiap hari selama satu jam duduk di tempat yang sama dan menemaninya berbalas pesan, sementara ia berdiri di balik jendela, sampai masa karantinanya usai. Ia juga menyatakan ingin bersama membentuk keluarga denganku karena merasa dekat denganku.
Hatiku pun berbunga-bunga meski ragu, pernyataannya itu sungguh-sungguh ataukah hanya efek dari penyakitnya? Selain itu, aku khawatir tak bisa memenuhi pintanya, karena hari itu aku pun mulai terserang demam.