Jenjang pendidikan yang baru. Kawan-kawan yang baru. Dunia yang baru. Stereotipe yang baru. Begitulah yang dialami Logika ketika mempelajari ilmu filsafat sebagai mahasiswa baru. Ia bukan hanya harus mengatasi kecemasan keluarganya yang konservatif, melainkan juga menghadapi generalisasi yang dilemparkan oleh kakak tingkatnya ketika mendapati selera berbusananya yang religius. Filsafat dan theisme-religius seolah tak boleh bersanding, dan Logika berupaya untuk membuktikan bahwa streotipe semacam itu, yang bahkan terlontar dari sesama mahasiswa filsafat, benar-benar tak berdasar.