Entah sore yang mana, sebelum ia kehilangan kelaminnya. Arom tak tahan lagi menahan kencing. Ia berlari ke balik pohon bambu. Anak-anak perempuan menyeringai dan menutup muka melihatnya, lain dengan anak laki-laki yang terbahak menertawakannya. Arom ikut juga tertawa dengan memainkan air kencingnya mancer ke mana-mana.