Onrust

Onrust

Bode Riswandi

0.0

Sastra

Login untuk Sewa / Beli

MENULIS naskah lakon punya keasyikan tersendiri. Saya dipertemukan dengan banyak karakter kejadian, suasana, latar, para tokoh, dan beragam emosional dari masyarakat sebagai amatan primer. Dari pertemuan- pertemuan itu saya kadang terolah, terpancing, terkagum, kesal, bahagia, campur aduk, tapi tidak pernah bosan bercakap bahkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Keintiman semacam itulah yang membuat saya merasa senang menggali pengalaman dari para tokoh yang memainkan-memanaskan alur konflik dalam teks, meski saya sadari tokoh-tokoh itu saya ciptakan sendiri.
Keasyikan lain menulis naskah lakon, saya punya teman imajiner yang sulit saya perinci dari mana mereka berasal. Mereka bisa jadi penyambung lidah sehimpun perasaan dan kehendak yang tidak mungkin saya sampaikan secara verbal di tengah-tengah masyarakat. Dan ketika teks lakon dihidupkan di atas panggung oleh tangan sutradara dan tubuh-tubuh para aktornya, lalu saya menyaksikan bagaimana tokoh-tokoh ciptaan itu bernapas, menari, berkeringat, tentu tidak perlu saya terangkan bagaimana perasaan saya saat itu.
Bagai memiliki republik sendiri, dunia sendiri, alamnya sendiri, dalam menulis naskah lakon saya jadi ‘tuhan’ untuk tokoh-tokoh dalam teks. Mereka saya beri nyawa, lalu bertemu dengan tokoh ciptaan lain di suatu tempat di suatu massa. Lalu Mereka bercakap dalam beberapa adegan atau babak, memulainya dengan pengenalan hingga klimaks, bahkan tidak menemukan pangkal penyelesaian. Lebih dari itu, nasib dan takdir mereka sudah saya tentukan sendiri.
Para tokoh dalam naskah yang termaktub dalam buku yang Tuan dan Puan pegang ini, telah bertemu dengan para tangan sutradara dan tubuh para aktor dalam ruang pentas, dalam berbagai macam bentuk pemanggungan. Kepada mereka yang telah mementaskannya, saya hanya bisa mengantarkannya—demikianlah perangai para tokoh ciptaan itu, semoga Tuan dan Puan mau memaklumi keberadaan mereka.

Bode Riswandi.