Konsepsi Hukum Tata Negara Darurat Dalam Perspektif UUD 1945

Konsepsi Hukum Tata Negara Darurat Dalam Perspektif UUD 1945

Qurrata Ayuni

0.0

Hukum dan Politik, Pendidikan

Login untuk Sewa / Beli

enyimpangan hukum itu dinamakan ‘state of exception’ kata Carl Schmitt. Menurutnya syarat diberlakukannya hukum normal adalah situasi normal. Sehingga jika terjadi kondisi abnormal, maka hukum normal tidak lagi berlaku.
Dalam Political Theology: Four Chapters on the Concept of Sovereignty, Carl Schmitt menyatakan; “Every norm presupposes a normal situation, and no norm can be valid in an entirely abnormal situation. As long as a state is a political entity, this requirementfor internal peace compels it in critical situations to decide also upon the domestic enemy ’. Kajian Carl Schmitt ini, kemudian menjadi dasar dari pemberlakuan State of Exception, State of Emergency, atau yang dalam literatur Indonesia disebut ‘Hukum Tata Negara Darurat’.

Konsep inilah yang kemudian dikembangkan oleh Carl Schmitt dalam menggunakan Pasal 48 Konstitusi Weimar memberikan memungkinkan tindakan yang diperlukan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban umum dengan bantuan kekuatan bersenjata dan menangguhkan hak-hak dasar.
Mengapa Pasal 48 Konstitusi Weimar dan state of exception dari Carl Schmitt menjadi landmark hingga saat ini? Terlepas digunakan sebagai landasan hukum lahirnya kesewenangan Hitler-Nazi, Pasal 48 Konstitusi Weimar ini memberikan sebuah paradigma baru mengenai konsepsi kedaruratan dalam konstitusi.
Hal ini dikarenakan Konstitusi Weimar memberikan secara detail (1) pre-kondisi apa saja yang dapat mengaktifkan keadaan darurat, (2) hak constitutional apa saja yang dapat ditangguhkan saat darurat, (3) apa kekuasaan yang dapat didapatkan oleh pemimpin pada saat darurat. Ketiganya merupakan norma yang tidak banyak diatur dalam konstitusi pada masa itu.

Mengutip John Ferejohn & Pasquale Pasquino (2004), model kedaruratan klasik Roman Dictatorship Model hanya mengatur pemberian kewenangan kepada pemimpin untuk berlaku apa saja demi mempertahankan kedaulatan negara. Namun model ini tidak dilengkapi dengan batasan-batasan dan syarat-syarat detail ten tang hak-hak apa saja yang tidak boleh dilanggar yang proporsionaL
Kondisi ex ante tentang apa yang mungkin dibutuhkan pada saat darurat diupayakan diteliti untuk dapat dituliskan dalam sebuah norma. Sehingga terbentuk sebuah arsitektur hukum tata negara baru yang dijalankan dalam kondisi darurat dengan berbagai instrument pengawasan yang dimungkinkan. Pendekatan ex ante ini yang kemudian banyak di promosikan dalam pendekatan kedaruratan, termasuk yang digunakan pula dalam Legislative Model.
Penulis sengaja menjabarkan teori Carl Schmitt tentang State of Exception untuk merespon perdebatan mengenai penggunaan dalil ‘stilus populi supremo et sola lex esto ’ seolah-olah menjadi dalil untuk dapat mengenyampingkan segala-galanya.