Sabar dan syukur adalah dua hal yang saling menyempurnakan. Sabar ketika mendapat musibah dan syukur ketika mendapat nikmat. Musibah dan nikmat memang suatu hal yang senantiasa datang kepada manusia secara bergiliran. Roda kehidupan selalu berputar. Terkadang kita ada di atas, berleha-leha dalam kubangan kesenangan, akan tetapi dalam waktu singkat, bisa saja Allah mencabut kenikmatan itu dengan musibah yang kita alami.
Oleh karenanya, sabar dan syukur harus senantiasa menjadi akhlak seorang mukmin. Jika kedua hal tersebut melekat pada seorang mukmin, maka ia akan mendapatkan derajat tertinggi. Ia akan menjalani kehidupan—baik dalam keadaan senang maupun susah—dengan sepenuh keridhaan. Inilah yang akan membuat Allah mencintainya dan sebagai balasan, ia akan dimasukan ke dalam surga.
Sebaliknya, jika kedua karakter tersebut tidak terdapat pada manusia, maka ia hidup diliputi kekufuran. Derajatnya akan turun serendah-rendahnya, dan di akhirat, ia akan digolongkan sebagai ahli neraka.
Manusia adalah ciptaan yang sangat sempurna dari Dzat Pencipta Yang Maha Esa. Bila telah terdapat cahaya keimanan pada diri seorang manusia, maka cahaya itu akan menampakkan dan mengeluarkan semua potensi positif manusia.
Buku karya Ulama besar Sa’id an-Nursi ini mengajak kita berpikir dan merenungi bahwa segala apa yang ada dalam diri manusia itu tak lain hanyalah sebagai ‘alat’ untuk bersyukur dan menambah keimanan kita kepada Allah Ta’ala. Sa’id an-Nursi memaparkannya dengan begitu ringan dan menyejukkan, namun dapat membuat batin kita terhenyak dan hati kita tersentuh akan betapa terlenanya kita dengan kenikmatan dunia selama ini. Banyaknya bencana yang datang silih berganti, serta melimpahnya kenikmatan duniawi yang terdapat di masa sekarang ini, akan membuat kita benar-benar dituntut untuk senantiasa bersabar, juga bersyukur. Bersabarlah, maka Allah akan menolongmu. Bersyukurlah, maka Allah akan menambah nikmatmu.