Karena mawar itu berduri, maka ia mampu menjaga keindahan kuntum-kuntumnya. Tetapi, Mawar, gadis tomboy sekaligus jago karate yang senang mendaki gunung ini, tak hanya dituntut menjaga dirinya sendiri. Ia harus mengembalikan kehormatan keluarganya yang tercabik-cabik.
Ketika Cempaka, Sang Kakak nan cantik dan menjadi idola semua pria bermaksud menggugurkan bayi dari hasil hubungan di luar nikahnya, Mawar menentang keras. Ketika si bayi akhirnya lahir dan Cempaka mencampakkannya, Mawar pun merawat Yasmin, si bayi itu. Ia rela orang-orang mengira bahwa Yasmin adalah anaknya, padahal ia tak bersuami, sementara Cempaka, melenggang dalam karirnya tanpa ada yang mencurigai asal-usulnya.
Ketika sang ibu terjebak dalam lilitan hutang, yang membuat rumah mereka disita dan mereka semua harus pergi dari rumah antik peninggalan almarhum ayah mereka, Mawar pun memimpin kebangkitan keluarga dengan bersusah-payah mencari nafkah.
Bahkan, Mawar pula yang berjuang keras membiayai kuliah Melati, adiknya yang bungsu di Fakultas Kedokteran, sementara kuliahnya sendiri terlantar, karena sibuk bekerja.
Bagaimana jika semua pengorbanan itu seperti tak mendapatkan balasan?
Saat Cempaka yang telah menjadi selebritis terkenal dan memiliki suami yang kaya-raya mendadak bermaksud merebut Yasmin, hanya untuk membuktikan kepada keluarga suaminya yang terhormat itu, bahwa ia tidak mandul?
Saat Melati dipersunting oleh seorang dokter yang shalih dan tampan, dan meminta izin kepadanya untuk menikah, sementara Mawar yang membiayai kuliahnya tak juga dipersunting seorang lelaki? Mawar yang perawan tua, kuliahnya kedodoran, dan kotor karena mengurusi peternakan ayam yang menyunggi perekonomian keluarga, seakan tak memikat para lelaki.
Ada banyak hal manis yang begitu sulit untuk diwujudkan. Salah satunya adalah keikhlasan. Mawar, dalam novel ini, mengajari kita untuk tak terlalu sering mengumbar air mata. Ia tetap tersenyum, meskipun seringkali tekanan demi tekanan membuat jiwanya hancur berkeping-keping.